Polman, Kompak Nusantara.com - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di seluruh Tanah Air Republik Indonesia, belum lama ini tampaknya marak berhembus issu dugaan penggunaan politik uang, Alias Serangan Fajar oleh oknum pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati tertentu untuk memenangkan Pilkada serentak.
Anehnya, kita sudah melalui reformasi sekian puluh tahun diberbagai bidang akan tetapi disisi pemilihan Kepala Daerah seharusnya kita semakin profesional, demokratis, jujur dan adil dalam menyelenggarakan event Pilkada serentak, anehnya muncul issu dugaan kecurangan menggunakan politik uang alias Serangan fajar, besarannya diduga berkisar antara Rp. 100.000 sampai Rp. 300.000.
Ketua LSM Gerak Indonesia DPC Polman, Drs. Muhammad Idris Turusi, menanggapi maraknya issu dugaan serangan fajar tersebut dikatakan jika terbukti memang demikian maka serangan fajar tersebut berpotensi merusak demokrasi, menjadikan azas pelaksanaan pilkada yang seharusnya Jujur dan adil, terkesan menjadi pembicaraan politik yang cukup hangat pasca Pilkada serentak
Timbul pertanyaan, apakah money politik atau serangan fajar tersebut diera reformasi saat ini dianggap legal atau tidak atau bagaimana?
Jika hasil pemilu memenangkan figur diduga menggunakan politik uang (money politik) tidak dapat digugat ke MK atau diharapkan Mahkamah Konstruksi fokus ke
pembuktian penggunaan money politik.
Atau jika mengesampingkan pemeriksaan dugaan money politik dan gugatan tetap dimenangkan pelaku, berarti secara tidak langsung Serangan Fajar terkesan sudah legal.
Jika secara tidak langsung serangan fajar menjadi legal, maka Pilkada kedepan Berpotensi setiap calon tidak lagi bersaing berdasarkan kapabilitas, kredibilitas dan integritasnya, melainkan bersaing dengan kemampuan isi tasnya
Kalau memang betul penggunaan politik uang dibenarkan maka Calon yang ada bisa jadi akan merasa tidak perlu lagi susah-susah melakukan sosialisasi, kampanye dan lain-lain, termasuk tidak usah pasang baliho disetiap sudut jalan strategis, mungkin bisa juga tidak perlu Pasang stiker dan visi misi, karena walaupun semuanya dilakukan untuk pencitraan meningkatkan elektabilitas setiap Paslon, terkesan akan sia-sia jika berhadapan dengan politik uang, kondisi tersebut saat ini tampaknya menjadi buah bibir di mana-mana.
Teringat lirik lagu H. Rhoma Irama, bahwa yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, Gegara Politik Uang terkesan sangat mudah untuk memenangkan pemilihan.
Pelaksanaan Pilkada serentak tampaknya butuh dievaluasi agar kedepan tidak berpotensi dimanfaatkan oknum tertentu menggunakan politik uang, belajar dari pengalaman Pilkada serentak 2024.
Dengan politik uang efektif mempengaruhi pemilih dengan mudah memenangkannya, walaupun dipahami bahwa tindakan tersebut terkesan Berpotensi merusak demokrasi, pemilihan tidak jujur dan tidak adil.
Hasilnya diduga berpotensi menumbuh suburkan praktek korupsi, karena pengorbanan uang dalam jumlah banyak nantinya berpotensi akan mengembalikan modal politiknya
Idealnya Majelis Hakim MK, saat menerima, memeriksa dan mengadili gugatan dari pemohon idealnya memeriksa perkara dengan secara teliti dan seadil-adilnya, jika terbukti pemenangannya menggunakan politik uang, alangkah bijaknya jika MK memutuskan membatalkan keputusan KPU yang memenangkan oknum jika terbukti menggunakan politik uang.
Bukan hanya membatalkan keputusan KPU tersebut, disarankan menghukum oknum pelaku dengan hukuman diskualifikasi dan memerintahkan pemungutan suara ulang tanpa pelaku, agar memberikan efek jera bagi mereka agar memperbaiki demokrasi, jujur dan adil, supaya Pilkada serentak kedepannya betul-betul berjalan secara demokratis, jujur dan adil sesuai harapan semua pihak untuk mendapatkan Pemimpin yang Demokratis, jujur dan adil.(MIT).
0 Komentar