Breaking News

Bercak Putih dan Stigma Masyarakat Desa



BONE, KOMPAK NUSANTARA.COM --Adanya bercak putih di punggung seorang anak lelaki berusia 19 tahun adalah awal proses yang harus dihadapi oleh Ardi yang tinggal di Kabupaten Bone.

Pada tahun 2015 orang tua sering melihat bercak putih yang ada di punggung saya, awalnya orang tua saya menganggap itu hanya kutu air (panu) dan juga waktu itu saya menganggapnya hanya alergi biasa sehingga saya acuhkan bercak putih yang ada di punggun saya”. (Ardi)

Masih di tahun yang sama orang tua saya terutama ibu mulai gelisa melihat alergi yang saya alami sehingga dia meminta saya untuk pergi ke puskesmas atau ke dokter kulit untuk memeriksa penyakit kulit apa yang sedang saya alami, namun waktu itu saya hanya mengiyakan tetapi tidak melakukan tindakan apa-apa atau saya acuhkan karena ibu saya orangnya panikan.

Di hari selanjutnya ibu saya mulai kebingungan dengan bercak putih yang berada di punggung saya, mulailah menelfon keluarga untuk menanyakan penyakit kulit apa yang ada di punggung anak saya? Dan beberapa keluarga menyarankan agar saya di bawah ke rumah sakit atau puskesmas untuk memastikan penyakit saya.

Ibu ardi memberikan keterangan, bahwa waktu itu ketika saya membawa ardi untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas sambil menunggu dokter, saya cerita sama petugas puskesmas terkait apa yang di alami anak saya singkat cerita petugas puskesmas mulai bertanya “ada alerginya memang anakta bu? Atau sering memangmi muncul alergi di badannya bu? Ini baru pertama kali anak saya mengalami alergi kulit tapi sebelumnya saya sudah belikan salep untuk gatal-gatal tetapi tidak ada perubahan, petugas puskesmas bertanya boleh saya lihat punggungnya anakta bu? 

Boleh silahkan, dalam proses pemeriksaan petugas puskesmas memperlihatkan gestur yang membuat saya bingung karena langsung menanyakan “dirumahta bu, selain ardi siapa yang bercak seperti itu di kulitnya? Saya jawab tidak ada, petugas puskesmas menjawab ohiya bu, tunggumi dokter periksa untuk memastikan penyakitnya anakta bu.

Sekitaran 30 menit setalah menunggu dokter meminta saya untuk masuk keruangannya dan menanyakan seperti apa yang ditanyakan petugas puskesmas sebulumnya setalah itu dokter mulai memeriksa anak saya, setalah memeriksa dokter memanggil saya lalu menyampaikan kalo anak bercak yang berada di punggung anak saya adalah penyakit kusta, saya kaget dan langsung menanyakan apa penyabab sehingga anak saya terkena kusta karena dari keturunan saya dan suami saya tidak ada yang pernah mengalami kusta, 

namun dokter menenangkan saya dengan memberikan penjalasan kalau penyakit kusta itu bukan penyakit keturunan namun penyakit yang menular, sehingga membuat saya membuat kebingungan karena saya tidak mengetahui apa yang harus saya lakukan namun dokter menyampaikan kalo saya siap memberikan bimbingan selama proses pengobatan anak ibu, namun semua itu mulai dari keluarga dulu, kalau penyakit anak ibu memang menular tetapi sangat susah untuk menulurkan selama proses pengobatan.

Ketika masih dalam proses pengobatan saya mulai merasakan efek dari obat yang saya komsumsi, mulai nyeri, tangan mulai kaku sehingga membuat mental saya terganggu tetapi semua harus saya lewati karena apa yang terjadi dalam diri saya adalah ujian yang harus saya lewati dan saya percaya mampu melewati dan sembuh”. Ujar Aldi

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah penderita kusta di Kabupaten Bone mencapai 406 kasus pada tahun 2020, dengan prevalensi 0,39% dari total populasi. Kabupaten Bone sendiri memiliki luas wilayah 4.559 km² dengan jumlah penduduk sekitar 801.775 jiwa pada tahun 2020 . 

Meskipun Dinas Kesehatan telah mencapai status eliminasi kusta secara nasional—yang berarti prevalensi kurang dari 1 per 10.000 penduduk—masih terdapat tantangan dalam menemukan dan menangani kasus baru.

Berdasarkan data terbaru hingga tahun 2022, Indonesia menduduki urutan ketiga dengan jumlah kasus kusta terbanyak di dunia, dengan total 13.487 kasus yang terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan dalam penanganan penyakit ini, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai eliminasi sepenuhnya.

Hal yang membuat saya marah ketika Masyarakat Desa sudah mengetahui apa yang saya alami, awalnya tidak ingin berobat lagi karena malu yang membuat psikologis saya terganggu karena mulai dari petugas puskesmas dan dokter sudah berjanji untuk merahasiakan penyakit yang saya alami, sehingga saya sering emosi bahkan tidak menyapa lagi petugas puskesmas. 

Namun dokter sering menasehati kalau hal yang seperti itu hiraukan saja dan tetap fokus dengan pengobatan agar mental saya terganggu karena dengan cara sembuh untuk mampu merubah pandangan Masyarakat di desa.

Setahun berlalu tepatnya pada tahun 2016 saya mulai merasakan perbedaan pandangan dari Masyarakat yang ada di desa karena sangat jarang ada yang ingin berinteraksi dengan saya dan bahkan ketika saya duduk di depan rumah beberapa Masyarakat ada yang menyapa dengan tersenyum, ada juga yang jalan cepat seperti melihat hantu, bukan hanya saya yang merasakan tetapi juga keluarga saya”. Ardi

Saya menanyakan ke ibu Ardi “situasi seperti apa yang paling membuat ibu terganggu di desa?” Situasi yang paling menganggu bagi saya Ketika beberapa Masyarakat meminta kepala desa untuk mengisolasikan ardi dari desa karena memiliki ketakutan penularan, itu yang paling membuat saya terganggu karena anak saya masih dalam proses pengobatan, namun ”saya harus bersabar melawati semua ini”. 

Saya juga sering merasa terpinggirkan karena ketika ada kegiatan kerja bakti atau kegiatan sosial, saya sering di hindari yang membuat saya memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kegiatan desa dan juga ada menanyakan kondisi anak saya, Saya hanya selalu menjawab masih dalam proses pengobatan dan kata dokter sudah mengalami perubahan yang signifikan sehingga proses penyembuhannya tidak akan lama lagi.

Tetapi dari semua yang alami di desa hal yang membuat saya kuat karena dorongan dari keluarga tak henti-hentinya membantu mulai dari bantuan finansial dan selalu memberikan support moral”. Ibu Ardi.

Jurnalis : Tubagus 

0 Komentar

Hosting Unlimited Indonesia
Hosting Unlimited Indonesia
Hosting Unlimited Indonesia
© Copyright 2022 - KOMPAK NUSANTARA